Pria ini Tak Mati Meski Ditembak Berkali-kali, Tersungkur Gara-gara Kata TIDAK



Belasan anggota organisasi pelajar Muslim membakar sekretariat organisasi pelajar underbow PKI

TRIBUNBATAM.id - Ilmu klenik atau sering disebut hal-hal yang berbau petunjuk Dukun masih kerap diperbincangkan di Indonesia.
Mengutip Wikepedia, klenik (di dalam bahasa Jawa) adalah sesuatu yang tersembunyi atau hal yang dirahasiakan untuk umum.
Klenik identik dengan hal-hal mistis yang cenderung berkonotasi negatif.
Nah, dalam sejarah, ada peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan klenik. Misalnya cerita saat penumpasan PKI beberapa tahun silam.
Peristiwa itu disebut tak masuk akal atau bersifat klenik mewarnai rangkaian penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut.
Satu dia antaranya, kejadian aneh saat anggotaTNImelaksanakan eksekusi mati anggota PKI di KabupatenBlora, Jawa Tengah.
Saat itu, salah satu anggota PKI tak mempan ditembak.
Dikutip dari Sosok.id, setelah PKI melakukan pemberontakan yang pertama, pemerintah mengerahkanTNIuntuk memberantasnya
Salah satunya adalah mengerahkan Divisi Siliwangi untuk menggulung kekuatan PKI di Madiun dan sekitarnya.
Divisi Siliwangi lantas memburu semua simpatisan PKI di Madiun.
Pada 30 September 1948, Madiun berhasil dikuasai lagi olehTNI.
Mengutip buku 'Perintah Presiden Sukarno: Rebut Kembali Madiun', sayap PKI yakni Front Demokratik Rakyat (FDR) juga dilibas oleh Divisi Siliwangi.
Para simpatisan PKI itu lari tunggang langgang, sembunyi di daerah-daerah sekitar Madiun.
Namun tetap saja mereka berhasil ditangkap olehTNIdan diadili.
Gerakan Divisi Siliwangi dilanjutkan ke Blora, karena anggota PKI pelarian dari Madiun banyak yang sembunyi di sana.
Ada suatu kejadian aneh dan di luar nalar ketika Batalyon Kala Hitam Divisi Siliwangi mendapati seorang anggota PKI yang tertangkap.
Anggota PKI itu sama sekali tak menunjukkan kegentaran. Padahal, ia tengah menjalani proses eksekusi mati.
Di tengah alun-alunBlora, tawanan tersebut ditembak tepat di keningnya.
Namun, ia tak mati.
Mayor Kemal Idris yang menjadi komandan Batalyon Kala Hitam bingung mendapati hal ini.
Seorang komandan peleton (Danton), anak buah Mayor Kemal Idris, lantas bertanya.
"Ada apa Mayor?"
"Itu tawanan minta mati," tukas Kemal.
Danton tersebut lantas mengambil pistol dan mengarahkannya kepada si tawanan.
Ia lalu menempelkan pistol itu tepat di kening tawanan tersebut.
"Klik-klik"
Pistol sama sekali tak bisa menyalak, padahal peluru masih penuh.
"Kamu punya ilmu ya?" tanya sang Danton.
"Tidak.." seloroh anggota PKI yang jadi tawanan tersebut.
Kali ini pistol dikokang dan ditempelkan lagi ke kening tawanan.
Pelatuk ditarik dan Dorr!
Sejurus kemudian tawanan terjengkang ke belakang langsung roboh mati.
"Rupanya, jawaban "Tidak" dari sang jagoan merupakan kunci pelepasan ilmu kebalnya sehingga dia mati sesuai permintaannya…" ungkap Mayjen TNI (Purn) Rachwono yang ikut dalam Batalyon Kala Hitam saat menggulung sisa-sisa kekuatan PKI Madiun seperti dikutip dalam dokumen pribadinya.
Kejadian tak jauh berbeda dialami pasukan Kopassus yang diterjunkan untuk menumpas salah satu simpatisan PKI yang terkenal sebagai dukun
Dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto, Kopassus terpaksa menggunakan cara kekerasan untuk menghentikan DukunPKI itu
Seperti diketahui, berkobarnya tragedi G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Perburuan dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.
Saat itu pada tahun 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.
Kopassus hendak menumpas simpatisan PKI yang bernama Mulyono Surodihadjo alias Mbah Suro.
Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai Dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai Dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya seperti memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam dan senjata api.
Melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI, panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.
Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.
"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya
Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.
Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu. (*)

Sumber : batam.tribunnews.com

LihatTutupKomentar